Kamis, Mei 10, 2012

Disaster Resilient City


PENGERTIAN RESILIENT CITY
Resilience menurut bahasa merupakan kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan atau situasi sulit. Hal ini diperkuat oleh Walker (2007) yang menyatakan bahwa:
Resilience is the capacity of a system to absorb disturbance and reorganize while undergoing change, so as to still remain essentially the same function, structure, identity, and feedbacks.
Sejalan dengan itu, menurut The Recilience Alliance (2011) resilience didefinisikan sebagai berikut :
Resilience is the ability to absorb disturbances, to be changed and then to re-organise and still have the same identity (retain the same basic structure and ways of functioning). It includes the ability to learn from the disturbance. A resilient system is forgiving of external shocks.
Kedua pendapat diatas menekankan pada dua hal yakni  kemampuan menata kembali (re-organizing) setelah terjadinya perubahan dan kemampuan menciptakan fungsi, struktur, dan identitas yang sama dengan sebelumnya. Tak jauh berbeda dengan kedua pandangan diatas, berikut dikemukakan pengertian dari resilience :

"Resilience is the capacity and ability of a community to withstand stress, survive. adapt, bounce back from a crisis or disaster and rapidly move on. Resilience needs to be understood as the societal benefit of collective efforts to build collective capacity and the ability to withstand stress." (ICLEI Briefing Sheet. 2011)

Pengertian diatas memiliki sedikit perbedaan dengan pengertian sebelumnya yakni menambahkan unsur peran komunitas dalam menciptakan sebuah ketahanan terhadap kerentanan terhadap bahaya tertentu. Dengan demikian, pengertian resilient city sendiri diungkapkan dalam The Recilience Alliance (2011) sebagai berikut:

A Resilient City is one that has developed capacities to help absorb future shocks and stresses to its social, economic, and technical systems and infrastructures so as to still be able to maintain essentially the same functions, structures, systems, and identity.

Berdasarkan pengertian diatas, resilient city dapat diterjemahkan sebagai suatu kota yang mampu bertahan dari berbagai jenis ancaman yang berkembang, baik yang datang dari alam seperti bencana alam hingga yang berkembang akibat tindakan manusia. Sebuah resilient city juga mampu menjaga kestabilan kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur pasca perubahan tertentu dengan tetap mempertahankan fungsi, struktur, sistem, dan identitas sebelumnya.

PENGERTIAN DISASTER RESILIENT CITY
Disaster Resilient City  merupakan kota dengan kapasitas pembangunan yang mampu bertahan dari ancaman bencana alam. Dengan kata lain kota ini dianggap mampu mengembalikan fungsi, struktur, dan identitas kota tersebut pasca bencana tanpa memakan waktu yang lama. Di Indonesia, Disaster Resilient City seringkali diidentikkan dengan Kota Siaga Bencana. Pengertian dari Kota Siaga Bencana sendiri menurut Oetomo (2012) adalah sebagai berikut :

Kota Siaga Bencana adalah kota yang siap menghadapi serangan semua jenis bahaya/hazard yang mengancam dengan seluruh aspek kerentanan (fisik/lingkungan, ekonomi, sosial dan kelembagaan) yang rendah dan mempunyai kapasitas yang tinggi dari seluruh pemangku kepentingan kota untuk menanggulangai risiko dan dampak/kerugian yang timbul sehingga dapat kembali ke kondisi semula seperti sebelum terjadinya bencana secara relatif cepat.

Adapun dalam penangan terhadap bencana dikenal istilah mitigasi bahaya (hazard mitigation). Hazard Mitigation adalah usaha yang diambil dalam mengurangi atau menghilangkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan properti dari bahaya tertentu dan akibat yang ditimbulkannya (Godscalk, 2003). Hazard mitigation sendiri melingkupi perhitungan terhadap struktur konstruksi dan standar pembangunan berdasarkan rencana guna lahan dan akuisisi property. (Schwab, 1998)

Menurut UU RI no 24 tahun 2007 tentang  penanggulangan bencana, bencana itu sendiri diterjemahkan sebagai peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana diklasifikasikan  ke dalam tiga  jenis, yaitu  :

1.    Bencana alam;  yaitu   bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, badai  dan tanah  longsor.
2.    Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa non-alam seperti gagal teknologi, epidemi, dan wabah penyakit.
3.    Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkomunitas masyarakat dan teror.
Dari jenis bencana tersebut, penelitian ini fokus kepada bencana-bencana yang merupakan dampak dari proses/dinamika alam.

PRINSIP DISASTER RESILIENT CITY
Ada empat bentuk respon menanggapi kerawanan (vulnerability) terhadap bencana alam menurut Oetomo (2012) yang dapat diklasifikasikan kedalam tiga periode waktu yakni:
a.    Pra Bencana Alam
Dilakukan dengan :
·         Mencegah/menghindari hazard;
·         Menghilangkan/mengurangi kerentanan.
b.    Saat Bencana Alam
Dilakukan dengan :
·         Meningkatkan kapasitas respon gawat darurat.
c.    Pasca Bencana Alam
Dilakukan dengan :
·         Meningkatkan kapasitas rehabilitasi dan rekonstruksi.
Adapun keempat strategi yang dilakukan pada tiga waktu tersebut pada dasarnya mempunyai tujuan dasar yang sama yakni meminimalisir kerugian pasca bencana (mitigasi) dan secepat mungkin memulihkan keadaan sesuai dengan fungsi semula. Keempat strategi tersebut menurut Oetomo (2012) dilakukan sesuai enam prinsip yang telah disusun yakni :
a.    Keberagaman (diversity);
Yakni menjunjung tinggi keberagaman baik suku, agama, ras, dan lain-lain dalam mengupayakan disaster resilient city.
b.    Redundancy;
Yakni pelaksanaan pembangunan kapasitas secara berulang-ulang. Dilakukan agar keseluruhan masyarakat rentan bencana menyadari pentingnya upaya mitigasi dan paham benar dengan prosedur evakuasi saat kondisi darurat.
c.    Modularitas dan komponen sistem yang tidak saling tergantung;
Yakni prinsip kemandirian dimana upaya mitigasi yang dilakukan tidak bergantung pada pembangunan lain.

d.    Sensivitas umpan balik;
Yakni mengutamakan respon saat pembangunan kapasitas (capacity building) dilakukan.
e.    Kapasitas untuk adaptasi;
Yakni berorientasi pada pembangunan kapasitas pada keseluruhan stakeholder agar setiap penduduk terkait mampu ikut andil membangun sebuah kota yang tahan terhadap bencana alam sesuai dengan peran masing-masing.
f.     Tanggung jawab lingkungan dan keterpaduan;
Yakni melakukan upaya mitigasi bencana tanpa ikut andil menyumbang kerusakan terhadap kelestarian alam dan terintegrasi dengan upaya pembangunan lain.

Resilience / ketahanan sebuah kota terhadap bencana diwujudkan dalam upaya mitigasi dalam meminimalisir dampak terjadinya bencana. Hal ini lebih dari sekedar proses ‘beradaptasi’ penduduk dengan peluang bencana yang ada. Berdasarkan  The Resilience Alliance (2011), ada 6 kunci pembentuk sebuah resilient city  yakni :

a.    Resilience Building ; yakni pembangunan fisik yang diintegrasikan dengan rencana pembangunan kota dengan kriteria teknis dan target tertentu.
b.    Assessments ; dibutuhkan dalam merumuskan bentuk kerentanan suatu wilayah  hingga analisis cost-benefit dari upaya mitigasi-mitigasi yang perlu dilakukan.
c.    Planning ; Kegiatan perencanaan menjadi penting dalam merumuskan kebijakan yang memihak pada upaya mitigasi terhadap kerentanan tertentu. Bagaimana kota yang tahan bencana mengelola pembangunan infrastruktur mereka dengan bijak hingga bagaimana perencanaan land use ideal  di kawasan tersebut menjadi hal-hal yang harus dirumuskan dalam perencanaan kota tahan bencana.
d.    Implementasi ; Pasca proses prediksi dan perencanaan, implementasi dari seluruh kebijakan yang disusun serta keberhasilan dalam pembangunan komunitas menjadi kunci utama terciptanya suatu kota yang tahan terhadap ancaman bencana alam.
e.    Keuangan/Finance ; yakni pentingnya keputusan finansial dan kemampuan berinvestasi dalam menciptakan kota siaga bencana.
f.     Pemerintahan ; Dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai penanggung jawab terwujudnya disaster resilient city yang dilakukan melalui local action.


INDIKATOR DISASTER RESILIENT CITY
Dalam mengklasifikasikan sebuah kota sebagai disaster resilient city (Kota Siaga Bencana) disusun beberapa indikator  yang dianggap mampu mewakili karakteristik dari disaster resilient city itu sendiri. Adapun pokok dari Kota Siaga Bencana adalah bagaimana menciptakan kota dengan masyarakat yang mempunyai kapasitas dalam melaksanakan upaya mitigasi. Mitigasi itu sendiri dapat digolongkan kedalam dua jenis yakni :
a.    Mitigasi Struktural
Mitigasi structural diartikan sebagai upaya mitigasi yang dilakukan dengan pembangunan infrastruktur tertentu sebagai penghambat bahaya saat bencana terjadi. Sebagai contoh adalah pembangunan bendungan di daerah rawan banjir, hingga pembangunan pemecah ombak di tepi pantai. Kelemahannya, mitigasi jenis ini lebih mahal dan kadang dapat ikut merusak lingkungan.
b.    Mitigasi Non Struktural
Yakni upaya mitigasi yang dilakukan melalui control kebijakan dan strategi lain selain dengan pembangunan infrastruktur fisik tertentu. Contohnya evaluasi rencana guna lahan di daerah rawan bencana dan penerapan kebijakaran persyaratan konstruksi rumah tahan gempa di kawasan rawan gempa. Mitigasi jenis ini biasanya menggunakan dana yang minim, sesuai dengan prinsip sustainable development, namun memakan waktu implementasi yang lama.

Seiring dengan populernya konsep sustainable development, bentuk mitigasi struktural dewasa ini mulai ditinggalkan dan beralih pada bentuk mitigasi non struktural. Upaya evaluasi guna lahan, pamberian insentif dan disinsentif, serta kebijakan lain menjadi mulai diperhatikan dan disisipkan dalam kebijakan yang ditetapkan. Adapun beberapa bentuk mitigasi nonstruktural yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan disaster resilient city adalah sebagai berikut :

a.    Intervensi Guna Lahan dan Penataan Ruang.
·         Guna Lahan
Dilakukan dengan identifikasi kawasan rawan bencana dan kawasan rawan bencana yang dimanfaatkan warga untuk kegiatan tertentu. Setalh identifikasi dapat dilakukan upaya pengendalian guna lahan melalui Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Bagi kawasan yang sudah terbangun dapat diberikan insentif bagi warga yang mau menjadikan lahannya sebagai kawasan lindung dan memberikan disinsentif berupa pembatasan fasilitas umum di daerah rawan bencana ataupun pemungutan retribusi yang besar dalam pembangunan di kawasan rawan.
·         Standar Konstruksi
Menetapkan standar konstruksi bangunan di daerah rawan bencana khususnya gempa dan angin puting beliung.
·         Tata Kelola Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
Keterbatasan akses terhadap fasilitas umum dan fasilitas sosial yang sering kali terjadi pasca bencana mestinya ditanggulangi dengan memberikan perhatian khusus kepada lokasi pendirian bangunan fasilitas umum di kawasan rawan bencana. Minimal bangunan fasilitas umum yang terjadi harus mempunyai konstruksi yang tahan saat bencana terjadi.

b.    Perlindungan terhadap area konservasi
Beberapa bencana seperti banjir dan longsor terjadi dikarenakan terjadi alihfungsi kawasan-kawasan yang mestinya dilindungi. Sebagai contoh kawasan sepanjang bantaran sungai yang mestinya dijadikan resapan air sudah dialihfungsikan menjadi areal permukiman. Selain itu pemanfaatan lahan dengan kelerengan tinggi yang harusnya dilindungi kebanyakan telah dimanfaatkan sebagai area perumahan. Hal ini memicu munculnya bencana akibat tindakan manusia.

c.    Upaya Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Upaya ini dilakukan berkali-kali dalam rangka capacity building (pembangunan kapasitas) masyarakat yang tahan bencana.

d.    Pelatihan/peningkatan ketrampilan profesi stakeholder terkait.
Pelatihan kepada stakeholder terkait berbasis profesi menjadi penting untuk mendukung penyusunan strategi menciptakan Kota Siaga Bencana. Hal ini dilakukan agar stakeholder dapat memainkan perannya masing-masing untuk menuju satu tujuan Resilient City.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar