Satu kabar baik yang saya dengar dari Seminar Nasional bertajuk “Integrated City, Kolaborasi Elemen Urban Planning Dalam Perspective Ekonomi Dan Sosial Melalui Pengembangan Infrastruktur Untuk Meningkatkan Performa Kota” tentang kota Padang dan (lagi-lagi) brand kota adalah ketika salah seorang pembicara (Iya! Bapak DR Emil Elestianto Dardak. Msc) bilang “Hampir setiap bangunan belakangan di lampung dipasangi mahkota, bukan kayak dipadang ya! Kalau di padang kan begini semua tuh! (menggambarkan gonjong rumah gadang dengan gerakan tangan)” Sebagai mahasiswi Minangkabau sekalipun saya tau semua orang mengenal ciri khas atap Rumah Gadang tetapi ada rasa ‘seneng’ sendiri yang muncul dalam hati saya. Ada rasa melegakan bukan karena orang-orang mengenal kampung halaman saya. Tapi lebih karena bangga KOTA KITA PUNYA BRAND SENDIRI YANG SUDAH DIKENAL ORANG TANPA KITA SUSAH PAYAH MEMPERKENALKAN LAGI. Dan ini satu nilai lebih untuk pariwisata Minangkabau. Tinggal bagaimana kita meluruskan brand tersebut menjadi lebih tertata dan memperkuat penggambarannya di wajah kota.
Kabar baik yang lain Hongkong pada kenyataannya sebagai The Biggest Free Market City dalam prakteknya menemukan brand bukan dari lokalitas mereka sendiri yang notabene bukan heritage city karena memang dalam sejarahnya Negara ini tidak tercatat mempunyai kerajaan. Mereka menggenjot sector pariwisata mereka dengan menciptakan brand sendiri sebagai “Kota Belanja” sama seperti Las Vegas yang menjadikan judi dan hiburan malam sebagai brand sendiri.
Well, salah seorang dosen Universitas Udayana, Denpasar Bali sempat mengungkapkan bahwa ‘pantaskah seorang tourist pulang pasca berwisata di bali hanya membawa ingatan mereka tentang keindahan di Pulau Dewata dan segelintir souvenir karya anak negeri?’ Hal ini mengingatkan saya tentang perjalanan ke Singapore beberapa waktu lalu. Persis! Begitu pulang saya hanya membawa ingatan saya tentang fisik negara Singapore dan beberapa souvenir. Pasalnya saya bilang begitu karena toh Singapore tak punya budaya sendiri yang mereka jual dan mereka perkenalkan pada saya. Hal ini yang member satu nilai lebih kepada bali yang notabene masih punya budaya yang kental yang mereka perkenalkan pada wisatawan dan tak jarang beberapa paket wisata menawarkan pelajaran menari bali dan beberapa kesenian lain yang ketrampilan ini bisa si wisatawan bawa pulang. Satu nilai lebih yang tak akan kita dapat di Hong Kong, Singapore, dan Las Vegas. Dan saya rasa Sumatera Barat punya peluang untuk ini meski dalam jumlah yang tidak sebesar Bali. Satu berita baik untuk kepariwisataan Sumatera Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar