Senin, November 28, 2011

Kasian Negeriku

Kaget memang setelah menyelesaikan satu paragraf tulisan ini kemudian membaca nasional.is.me, ternyata topik bahasan yang sama disajikan disana tentang sedikit kecenderungan yang bisa kita lihat menandakan bahwa rakyat Indonesia masih belum cerdas berpolitik (bukan cuma berdemokrasi). Hal ini bukan cuma terjadi pada masa orde baru-demokrasi seperti yang sering kali digaungkan publik, melainkan warisan turun temurun dari zaman dahulu kala pasca kemerdekaan. Satu ‘kebiasaan’ public dengan pola sama yang berlaku setiap kali masa pemerintahan adalah dimana seorang presiden naik dengan suka cita dan turun dengan duka nestapa. Eh bukaann, maksudnya terpaksa dan tidak dihormati publik. Bahkan ternyata bukan cuma presiden, melainkan orang-orang hebat yang namanya dicatat sejarah selalu pada akhirnya ditolak bangsa ini dengan tidak terhormat. Sebut saja beberapa nama seperti Soekarno, Soeharto, Tan Malaka, Sutan Syahrir, BJ Habibie, Sri Mulyani, Gusdur, dan tidak menutup kemungkinan bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berikutnya.

Masa kepemimpinan Bung Karno pasca proklamasi kemerekaan disambut suka cita oleh segenap bangsa Indonesia. Perjuangan panjang Ir Soekarno dalam beberapa organisasi kepemudaan dimulai dari ketika beliau di Belanda, masuk ke Indonesia menentang penjajahan, BPUPKI, merumuskan pancasila, PPKI, hingga proklamasi yang menyebabkan beliau beberapa kali diasingkan bukan hanya oleh kompeni melainkan juga oleh bangsa sendiri akhirnya berbuah kemerdekaan. Bendera merah putih dikibarkan, Indonesia Raya digaungkan, tak pernah ada yang menyangkal bahwa Ir Soekarno dan semangat beliau punya pengaruh yang sangat luar biasa menciptakan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dan pada akhirnya ketika beliau turun dari jabatan pemerintahan dan mengamanatkan keamanan nasional kepada mayjen Soeharto sejarah menjadi saksi bahwa soekarno tertuduh  sebagai antek-antek Partai Komunis Indonesia yang dituduh ingin menggulingkan pemerintahan dalam negeri. Begitu bagaimana presiden pertama Indonesia pada akhirnya digulingkan dengan tidak terhormat.

Tentu saja berikutnya Presiden Soeharto. Siapa tak merasa beruntung saat Presiden Soeharto dengan kontroversi yang beliau sebabkan pada akhirnya mampu menjaga keamanan nasional disaat negara dilanda krisis dan presiden yang menjabat memang dalam keadaan yang tidak begitu baik? Siapa yang tidak senang ketika beliau memproklamirkan bahwa Indonesia sudah mampu swasembada pangan dan beberapa prestasi Indonesia lain yang pada waktu itu cukup disegani dimata dunia internasional? Tapi tentu saja tak ada yang mungkin melupakan tragedy 1998 dimana jalan-jalan dipenuhi mahasiswa dan tuntutan penurunan presiden Soeharto digaungkan diseluruh negeri. Dan pada akhirnya beliau mengundurkan diri dengan tidak terhormat dan menjadi bukti sejarah bahwa rakyat Indonesia menginginkan demokrasi.

Tak jauh beda dengan BJ Habibie yang dipandang sebagai pahlawan dan harus menggantikan presiden soeharto dimasa pemerintahannya. Pada akhirnya beliaupun mundur dengan maki-makian karna tak mampu mempertahankan timur-timur utuh sebagai bagian dari negara Republik Indonesia.

Berikutnya Abdurrahman Wahid. Mantan presiden yang dipilih segenap rakyat Indonesia melalui prosedur yang ‘dipandang’ paling baik tapi toh pada akhir masa pemerintahan beliau ‘ditertawakan’ akibat mencoba merubah Undang-Undang disaat-saat terakhir agar posisi presiden tak mampu digeser lembaga legislative.

Kemudian Megawati Sukarno Putri. Siapa tak ingat diakhir pemerintahan beliau Megawati malah dipandang ‘picik’ akibat tidak lapang dadanya beliau menerima kekalahan saat pemilu bahkan dengan Menko Polkamnya sendiri. Permusuhan ini yang hingga saat ini masih diungkit-ungkit public sebagai bukti piciknya cara berpikir mantan presiden yang dianggap hanya mengekor dibalik nama besar sang ayah ini.

Lantas berikutnya tertutupkah kemungkinan bapak SBY akan lengser dengan pandangan sebagai kepala negara yang menggaungkan pemerintahan bersih dengan internal partai yang carut marut dan terlibat korupsi dimana-mana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar