Semua pembangunan itu bagus! Kecuali pembangunan yang melupakan prinsip ke-efektif dan efisien-an!
Masih belum juga hilang ke-geram-an saya membaca artikel yang di share salah seorang teman di group akun f*cebook, membuat saya merasa ‘diundang’ lebih produktif lagi ngisi blog ini (baca: CURHAT). Sebenarnya sudah cukup lama. Artikel itu di share kira kira 1 – 2 bulanan yang lalu disebuah group alumni SMA. Buat yang pengen tau artikel apa yang saya maksud bisa lihat disini.
Singkatnya artikelnya okez*ne.com itu tadi mengabarkan inisiatif pemerintah untuk membangun PTN (Perguruan Tinggi Negeri) di setiap Kabupaten di Indonesia. Kenapa saya geram? Begitu baca postingan itu bikin saya pengen bilang ke pemerintah pusat “Woi! Nyelesein masalah dari akarnya woi! Seenak jidat aja ngeluarin duit buat yang nggak penting!” Ops. Jangan buru-buru nyalahin saya yuk lanjut baca dulu!
Kayak yang opening bilang ‘Semua pembangunan itu bagus, kecuali pembangunan yang melupakan prinsip ke-efektif dan efisien-an.’ Hal ini yang saya rasa masih belum dipahami pemerintah pusat. Memang pendidikan merupakan akar masalah sekaligus jalan penyelesaian bagi permasalahan tertinggalnya peradaban di Indonesia *ceelah* . Dan memang untuk menyelesaikan masalah mestinya diatasi dari akar masalah itu sendiri. Bukan sembarangan main babat masalah yang terlihat tanpa tau ujungnya dulu. Pendidikan memang penting. Dan system pendidikan Indonesia memang sedang berada dalam badai yang sangat dahsyat. Akan tetapi apa benar selogan “pendidikan untuk semua” yang acap kali digaungkan belakangan merupakan solusi bagi system pendidikan Indonesia? Apa iya pemerataan pendidikan bisa menyelesaikan semua permasalahan dunia pendidikan Indonesia? Menurut saya? Belum.
Polemik dunia pendidikan saat ini bukan sesuatu yang sederhana untuk diurai. (Apalagi hanya dengan membangun PTN-PTN baru diseluruh Indonesia). Pertanyaannya apa ketika banyak muncul PTN baru di Indonesia tak hanya akan menambah jumlah pengangguran terdidik yang rela membayar banyak demi mengecap pendidikan tinggi? Pengangguran terdidik bukan masalah sepele yang bisa dilewatkan begitu saja saat ini. Sistem pendidikan belum mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup dan sumber daya manusia yang mampu bersaing di dunia kerja. Adapun dilihat dari sisi lapangan kerja, semua pekerjaan punya jenjang sendiri. Beberapa pekerjaan hanya membutuhkan tamatan SMA sedang pekerjaan lain membutuhkan lulusan Perguruan Tinggi untuk menekuninya. Ketika semua orang sarjana lantas siapa yang harus melakoni pekerjaan-pekerjaan yang tidak butuh ke-sarjana-an? Siapa yang akan jadi petani? Siapa yang akan jadi salesman? Siapa yang akan jadi SPG?
Dilihat dari sisi ekonomi, ketika semua orang sarjana dan permintaan terhadap lapangan kerja semakin bertambah sementara lapangan kerja terbatas, mau tak mau seleksi alam akan berlaku. Yang mampu akan mendapat pekerjaan yang layak dan yang tak mampu bersaing harus menurunkan standar pekerjaan idaman dan akhirnya rela melakoni pekerjaan yang hanya membutuhkan lulusan SMA. Secara ekonomi ada cost yang dibayarkan disana. Ada biaya perguruan tinggi selama 4 tahun yang hilang disana. Ada kerugian akibat mengecap pendidikan tinggi!!! Lantas benarkah kita butuh men-sarjana-kan semua orang? Tidak! Yang kita butuhkan adalah menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bersaing di dunia kerja dan ilmu pengetahuan. Caranya? Perbaiki KUALITAS pendidikan BUKAN KUANTITAS! Ciptakan pendidikan dasar yang mampu membentuk SDM yang mengenali potensi diri sejak dini dan mampu bermimpi tinggi! Arahkan pemuda Indonesia sesuai bakat tanpa harus mendiskriminasi profesi idaman mereka sebagaimana diskriminasi orang tua terhadap profesi dokter versus musisi. Biarkan mereka semua memenuhi impian sesuai bakat yang mereka punya maka yang dihasilkan adalah pemuda-pemuda yang mampu bersaing di bidangnya sendiri.
Pemerintah mungkin belum mampu melihat sendiri kondisi lapangan yang ada. Pemerintah mungkin belum meninjau ulang daerah-daerah terpencil di pelosok Indonesia. Terlalu sibuk bolak balik kantor di bilangan Jakarta pusat tanpa pernah menyentuh langsung kehidupan didesa. Tak pernahkah mereka melihat seberapa banyak siswa putus sekolah atau siswa yang sama sekali tak punya kesempatan banyak membaca atau bahkan siswa yang sibuk membantu orang tuanya dirumah untuk mencari nafkah atau bahkan anak yatim yang tak terjangkau pendidikan? Layakkah kita mengeelu-elukan pendidikan untuk semua ketika bahkan ‘pendidikan dasar untuk semua’ belum mampu kita wujudkan? Ya! Itu yang sejatinya sangat kita butuhkan! PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA.
Pernahkah berpikir ketika disetiap kabupaten di Indonesia dibangun PTN berapa banyak uang yang dihabiskan mendirikan bangunan-bangunan penting ini? Berapa banyak biaya pengadaan kelengkapan-kelengkapan laboratorium mereka yang ada di tiap kabupaten? Berapa banyak listrik yang mereka habiskan dalam operasionalnya? Berapa banyak air yang harus tersedia di toilet-toilet mereka? Berapa banyak AC-AC yang mendinginkan ruangan mereka? Dan berapa banyak Perguruan Tinggi Swasta yang harus bangkrut karena keberadaan mereka? Dan ketika semua perguruan tinggi yang telah bangkrut itu habis akan dibawa kemana semua orang yang dapur rumahnya dijamin kesejahteraannya lewat kampus-kampus rakyat ini? Tak habis pikir ketika pemerintah hendak memeratakan pendidikan kenapa tak menyubsidi pendidikan di campus-campus swasta ini saja? Kenapa tak buat saja undang-undang dengan penuh keangkuhan menurunkan biaya pendidikan di campus swasta? Kenapa harus membunuh perekonomian rakyat kecil? Harus bekerja apa semua cleaning service yang biasanya membersihkan kampus-kampus swasta? Ibu-ibu kantin yang hidup dari kegiatan kampus swasta? Tukang kebun bahkan tukang parkir kampus?
Setelah semua alasan diatas apa benar pembangunan PTN di seluruh Indonesia merupakan satu solusi yang ampuh ditawarkan mengobati penyakit system pendidikan Indonesia? Masihkah menjadi solusi jika kebijakan ini hanya mampu membunuh ekonomi rakyat tanpa menyelesaikan masalah pendidikan?
Menjadi sebuah negara maju bukan satu tahapan yang tak butuh proses. Ditengah keterbatasan anggaran negara, prioritas adalah penyelamat kehidupan bangsa. Dan prioritas disusun berdasarkan efektif atau tidaknya sebuah kebijakan dalam menyelesaikan masalah. Setiap pembangunan itu baik, akan tetapi prioritas terhadap kebijakan efektif lebih dibutuhkan. Pembangunan PTN di tiap kabupaten itu baik, tapi mungkin belum sekarang. Mungkin nanti setelah system pendidikan mulai mapan. Ketika pendidikan dasar sudah dapat diakses semua kalangan.
Setiap kebijakan ada urutannya, ada ‘proses’ yang bikin semuanya berjalan sesuai rencana. Dan jangan coba-coba memangkas proses itu. Solusi itu banyak, tapi solusi yang tepat cuma satu. Itu yang harus kita temukan sebenarnya.
Terakhir solusi saya bagi system pendidikan adalah mulailah membenahi pendidikan dasar, permudah akses masyarakat ke pendidikan dasar. Kalaulah memang sumber daya terbatas, manfaatkan pemuda. Sekian ribu orang insyaallah siap membantu. Manfaatkan mereka. Permudah mereka. Bangunlah system pendidikan dasar yang berkualitas, mampu memberikan mimpi bagi generasi muda dan mampu membawa para pemuda menemukan bakat dan minatnya sendiri. Setelah semuanya terwujud bolehlah mulai menawarkan pendidikan tinggi bagi segenap rakyat Indonesia. J
NB : Pemerintah sering survey lapangan dong! Biar tau gimana kondisi real yang dihadapi masyarakat.
nice post... i like it
BalasHapus