Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang pesat dan tekanan perkonomian yang tinggi pasca perang dunia II mengakibatkan tingginya kebutuhan ruang dan terkonsentrasinya kegiatan ekonomi kota di titik-titik tertentu. Hal ini menyebabkan kesenjangan distribusi spasial dimana lahan perkotaan berkembang secara sprawl dan organis hingga mengakibatkan penurunan kualitas lahan dan tidak efisiennya penggunaan lahan. Selain itu mulai muncul kawasan-kawasan yang ditinggalkan karena dianggap tak mampu lagi memenuhi tuntutan ekonomi yang tinggi. Hal inilah yang mendasari maraknya upaya urban renewal di kota-kota Eropa dan Amerika Serikat khususnya pelaku utama perang dunia II.
Upaya urban renewal ternyata tidak selalu memberi efek baik bagi perekonomian. Upaya ini seringkali harus menyingkirkan identitas lokal seperti merobohkan heritage yang tak teruangkan nilainya, menghilangkan lorong-lorong perkotaan yang dianggap kumuh, mengakibatkan kerusakan lingkungan, serta banyaknya puing-puing sisa pembangunan setengah jadi yang ditinggalkan. Hal ini tentu saja menjadikan tidak efisiennya penggunaan lahan-lahan perkotaan dan borosnya biaya penyediaan fasilitas-fasilitas umum. Apalagi gaya hidup penduduk kota dalam berkendara yang boros dan minimnya penyediaan fasilitas pejalan kaki makin memperbesar masalah perkotaan di beberapa kota di Amerika dan Eropa.
Masalah–masalah inilah yang kemudian melatar belakangi munculnya konsep “Superblock Planning pada abad ke-20. Konsep ini seringkali disebut juga dengan “Kota mandiri” maupun “kota didalam kota” (city within a city) karena luasan bloknya yang relative lebih luas dibanding blok pada kota tradisional dan fungsinya yang mulai beragam. Konsep ini dicetuskan oleh Perry & Stein di Amerika Serikat dan dipopulerkan oleh Le Corbusier, seorang arsitek sekaligus urbanis berdarah Perancis-Swiss di Eropa. Pada 1960 mulai banyak bermunculan gedung-gedung yang mengitegrasikan fungsi-fungsi bangunan dalam suatu blok raksasa dalam rangka mengefisienkan penggunaan ruang kota sebagai bentuk realisasi dari konsep “Superblock Planning”. Bisa dikatakan konsep ini merupakan salah satu upaya urban renewal yang berkelanjutan.
Di Indonesia sendiri mulai muncul beberapa kawasan yang menerapkan konsep Superblock dalam upaya renewal kegiatan perekonomiannya seperti Superblok Megakuningan, Sudirman Central Bussines Districy, Kuningan Area Development Project, BNI city, Waduk melati Superblok, dan Senayan Square yang memungkinkan kita tinggal, bekerja, dan berekreasi dalam satu blok raksasa.
Siklus Sejarah Munculnya Superblock |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar