Minggu, Maret 06, 2011

‘Back 2 Bike’ (Curhatan atau Kritikan? *Emang dua-duanya beda tipis! :D)

Saya adalah seorang mahasiswi sebuah Universitas Negeri di Kota Yogyakarta. Setahun lalu, dikota dimana slogan 'Back to Bike' sedang gencar diboomingkan ini, saya sebagai salah seorang mahasiswi yang berasal dari luar Pulau Jawa tertarik dan memutuskan untuk mengandalkan sepeda dalam bermobilisasi jarak dekat. Beberapa bulan besepeda, saya mengalami sebuah kecelakaan tepatnya sepeda yang saya kendarai tertabrak sepeda motor seorang pemuda ketika menyebrang jalan. Emang sih, hal ini bukan sepenuhnya salah si pengendara sepeda motor (yang ganteng tapi tidak bertanggungjawab itu). Sebagian besar memang salah saya. Tapi satu kesimpulan yang bisa saya ambil adalah : Jogja belum aman bagi pengendara sepeda.

Jogja sebagai kota dimana walikotanya mendukung keras program Bike To Work dan terbilang cukup ramai pengguna sepeda belum memberikan fasilitas yang nyaman sebenarnya untuk pengendara sepeda. Memang hampir di setiap jalan punya batas jalur sepeda sendiri tapi prakteknya masih saja digunakan sepeda motor (yang notabene berserabutan di sepanjang jalanan Jogja), belum lagi untuk menyeberang dibeberapa jalan utama sangat sulit (Jakal contohnya, apalagi ring road). Hal ini masih sangat menyulitkan pengendara. Lagipula selogan ‘Bike to Work’ belum cukup mengandalkan sepeda dengan teknologi, harga, dan pelayanan seperti saat ini. Tiga langkah kecil yang mesti diperbaiki menunjang program bike to work menurut saya adalah :

Ø  Perhatikan keselamatan pengendara sepeda
Jalur sepeda di jalan raya (dengan budaya lokal yang belum disiplin dan sepeda motor yang suka nyerempet) sebenarnya cuma buang-buang anggaran pemda aja (buat ngecet marka sekali 5-10 tahun). Belum aman dan menarik masyarakat bersepeda. Gimanapun jalur sepeda harusnya dipisah dari badan jalan (mungkin bisa dibikin tinggi seperti trotoar atau dipisah perkerasan seperti pemisah jalur jalan-jalan utama). Mahal memang  tapi cukup pantas untuk bayar keselamatan masyarakat dan efeknya terhadap keselamatan bumi.

Ø  Integrasikan sepeda dengan moda transport jarak jauh
Mengandalkan sepeda untuk trasportasi dengan keadaan seperti hari ini sangat sulit. Sepeda cuma bisa bantu transport jarak dekat. Buat jarak jauh harus ngos-ngosan ditengah teriknya jogja (ngebayangin aja udah males kan?) Memang sudah banyak sepeda dengan teknologi tinggi yang memungkinkan hanya menggunakan sedikit gaya dan cocok untuk transportasi jarak jauh  tapi masih sangat mahal bikin orang-orang tetap cenderung ke sepeda motor. Gampangnya, sediakan space di transjogja biar bisa bawa sepeda. Jadi untuk perjalanan jarak jauh pengendara sepeda bisa naik transjogja tanpa khawatir sepedanya ilang. Belum lagi jarak yang harus ditempuh dari halt eke tujuan bisa ditempuh pake sepeda juga. Kan lumayan bantu. :D

Ø  Fasilitasi pengendara sepeda (manfaatkan budaya lokal! :D)
Ngerti maksud saya budaya lokal disini? Masyarakat Indonesia kan doyan gratisan tuh, kenapa nggak parkir sepeda disediain di instansi pemerintah gratis (atau berbayar dengan harga miring) terus difasilitasi teh anget pagi atau snack? Sementara parkir motor dimahalin atau disulitkan aja? Boleh juga bikin tempat pemandian umum buat pengendara sepeda. Atau insentif buat PNS yang make sepeda ngantornya. Atau fasilitas lain apa saja yang bisa narik orang bersepeda. Memang kalau dilihat dari segi morfologi wilayah jogja cocok buat bersepeda. Kotanya kecil dan relative datar. Masyarakatnya pun cenderung mau hidup sederhana. Jadi kenapa enggak?

1 komentar:

  1. keren mbak,..senang sekali jika di post di www.b2w-indonesia.or.id

    BalasHapus