Kepikiran kata kata nisa tadi. Yaaaahh sebenarnya iya juga siy. Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) UGM ternyata mulai dirasa berusaha menciptakan iklim ke-studio-an yang sangat pekat. Mahasiswa diberi beban yang sangat berat hingga tercipta suatu aturan tersirat dimana weekend dan waktu waktu senggang mahasiswa diluar jadwal kuliah musti dihabiskan untuk kepentingan studio. Hal ini pada dasarnya bukan timbul hanya dari ‘pikiran-pikiran’ mahasiswa yang memang dapat dikategorikan ‘mendewakan’ studio dibanding mata kuliah lain layaknya praktikum bagi teknik-teknik lain (Yaaahhhh sebenarnya emank praktikum siy!) akan tetapi, hal ini bisa dinilai memang sengaja diciptakan oleh para dosen. Mengkondisikan studio sebagai mata kuliah yang sangat penting. Tak bisa dipungkiri studio memang sebuah mata kuliah penting yang memberikan beban kuliah 3 sks di semester genap (baca: semester II) berbeda dari mata kuliah pokok PWK lain seperti Asas Wilayah dan Kota, Teori Sosial Untuk Rekayasa, Ekonomi Perkotaan, dan lain lain yang umumnya hanya diberikan 2 sks. Tapi satu pertanyaan penting, apakah studio Perencanaan tersebut adalah benar esensi dari Perencanaan Wilayah dan Kota itu sendiri?
PWK adalah suatu bidang ilmu yang bertugas ‘menyelesaikan masalah’ perkotaan. Terpenting untuk kita (sebenarnya) adalah mata kuliah seperti Asas Wilayah dan Kota serta Metoda dan Teknik Perencanaan. Mata kuliah yang mengejarkan kita bagaimana caranya menyelesaikan masalah itu sendiri. BUKAN STUDIO dimana kita dituntut trampil membuat maket, memvisualisasikan kondisi saat ini dan masterplan yang kita susun. Semua itu penting dalam PWK tapi itu bukan esensi dari PWK itu sendiri. Semuanya hanya ibarat brownies dengan banyak gula! Bukan cokelat! Pada dasarnya studio melatih kita untuk menciptakan media yang dalam dunia kerja kita ciptakan untuk memperlihatkan rancanagn perencanaan kita! Bukan menciptakan solusi dari masalah yang ada. Memang studio menciptakan kepekaan terhadap lingkungan, melatih kerja tim yang memang sangat dibutuhkan. Tapi Askot, tesos, dan ekonomi perkotaan lebih membantu dan lebih bermanfaat bagi orang lain dibandingkan studio. Studio bisa dikatakan adalah ketrampilan sampingan yang harus kita miliki, bukan cara berbikir dan esensi dari PWK itu sendiri. Studio seperti pelarian dari pWK yang ‘asing’ dibandingkan teknik lain karena tanpa praktikum. Yyaaahhh, semua ini menurut saya memang terlepas dari tugas mahasiswa, hal ini lebih ke kondisi yang diciptakan kampus karena emank toh dosen kita semua adalah mahasiswa arsitektur yang s2 di PWK. Mementingkan desain padahal jika boleh dikatakan PWKk adalah BERBEDA daripada arsitektur. Jika arsi menciptakan, maka PWK akan menahan dan mengontrol.
PWK itu seperti hambatan bagi arsi untuk berkarya dan kenapa hari ini kita malah mati matian belajar untuk membuat maket dan desain? Itu bukan PWK yang sesungguhnya! Itu hanya PWK yang diciptakan satu jurusan dengan arsitektur!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar