Minggu, September 23, 2012

Drama DKI 1




Sekilas streaming final debate dari Jokowi-Ahok Vs Foke-Nara yang ditayangkan di M*etro TV beberapa hari lalu, membuat tiga hal ini rasanya berputar-putar dikepala. Dan tanpa bermaksud ‘terus-terusan menghujat’ semua ini ditulis murni sebagai bentuk ‘curhatan kegalauan’ tanpa ada motif lain. Yuk simak!

Kepercayaan Publik

Semua orang pasti mengingat pertanyaan terakhir dari Najwa untuk masing masing cagub DKI tahun ini. Bagi yang lupa atau mungkin belum punya kesempatan nonton, jadi waktu itu Najwa ngasih kesempatan kedua cagub untuk masing-masing mengungkapkan kelebihan dari lawannya. Foke diminta mengungkapkan kelebihan Jokowi, dan Jokowi sebaliknya. Dan tebak apa? Jawaban Foke ternyata benar-benar gak oke. Beliau bilang “Saya harus belajar pencitraan dari Jokowi”. Men! Bahkan setelah Najwa menginterupsi dengan bilang “Tolong KELEBIHAN ya pak” beliau sama sekali tidak merubah jawaban malah bilang “Ya itu kelebihan!”

Semua orang tau dewasa ini kepercayaan publik terhadap pemerintahan melemah. Dan bukan tak berpengaruh apa-apa, hal ini sangat penting demi kelancaran pembangunan. Psimisme publik sering kali dewasa ini disalurkan pada hal-hal yang mengganggu kestabilan politik. Sebut saja demo BBM, demo korup, dan lain-lain. Semuanya bukan lagi bentuk ‘koreksi’ dan pengawasan masyarakat terhadap pemerintahan yang berlaku. Melainkan lebih kepada bentuk ketidakpercayaan bahkan ketidakpedulian publik karena bahkan kebanyakan orang tak mengerti apa yang mereka demo dan pertimbangan apa dibalik sebuah kebijakan. Mereka hanya demo! Cuma itu! Tanpa ‘mengenal’ lebih dekat. Lantas disebut apalagi hal ini kalau bukan ‘ketidakpercayaan’ dan ketidakpedulian?

Ditengah ketidakpercayaan public terhadap status quo lantas siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang berkewajiban memulihkan kembali kepercayaan public yang ‘sakit’ kalau bukan seluruh jajaran pemerintahan? I guess itu termasuk CALON gubernur seperti Jokowi-Foke. Dan meeeen! Bukannya memperlihatkan bahwa politik diciptakan untuk menciptakan peradaban yang berbudaya mereka malah pamer kampanye hitam berbau ras dewasa ini. -___-


Pendidikan Berpolitik

Setelah dikecewakan dengan jawaban Foke, tentu saja semua orang menanti-nanti jawaban Jokowi. Dalam hati saya yakin semua orang sudah teriak “Pak! Tolong berikan contoh pendidikan politik yang baik untuk seluruh masyarakat Indonesia dengan bertindak sportif.” Dan mirisnya kita semua dikecewakan oleh jawaban Jokowi yang bilang “Foke mahir membuat rencana besar yang tidak diimplementasikan.” -_______- Oke, sejauh ini saya yakin hampir semua pemuda Indonesia lebih suka nonton boyband ganteng asal Inggris One Direction daripada ‘drama’ politik Indonesia.

Cuplikan ini saya yakin membuat semua orang rasanya gregetan. Seperti saya yang jadi pengen teriak “Pak! Nonton deh filmnya Lindsay Lohan yang Mean Girl! Paling enggak bapak bisa belajar kalo menjatuhkan orang lain gak bisa bikin diri sendiri menjadi lebih baik atau ‘terlihat’ lebih baik!”

Efektif + Efisien

Ada satu pertanyaan mengenai pemerintahan yang bersih yang cukup bikin saya mikir “Oh Men! – Serius lo? ”. Jadi waktu itu Foke ditanya mengenai bagaimana cara menciptakan good governance di DKI Jakarta. Beliaupun jawab dengan teknologi. Dalam hati saya mikir “Oh kinerja PNS di Jakarta udah bagus emang ya? Sampe teknologi jadi langkah pertama yang dipikirkan Foke untuk menciptakan pemerintahan yang mampu menjalankan tugas dengan baik.” Mungkin sih di Jakarta seperti itu. Tapi rasanya di Indonesia secara umum pemerintah belum cukup ‘memberdayakan’ pegawai pegawai yang ada. Kenapa tidak maksimalkan fungsi masing-masing bagian lebih dulu? Teknologi rasanya terlalu jauh untuk sebuah pemerintahan yang masih kocar kacir. Bayangkan ketika kinerja pegawai masih rendah malah difasilitasi teknologi, yang ada malah makin banyak ditemukan jajaran pemerintahan yang facebook-an saat jam kerja, dan lain-lain. Sedangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan peralatan yang menunjang penggunaan teknologi? Ketika yang jadi masalah adalah SDM apakah cukup bijak memperbaiki teknologi? Benarkah kebijakan ini efektif dan efisien? Jadi apa iya kebijakan ini bisa menjawab tantangan good governance?

NB : Pemerintah sering sidak dan survey lapangan dong! Biar tau masalah di badan pemerintahan dan akar rumput. Biar kebijakannya lebih tepat sasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar