
Sekilas streaming final debate dari Jokowi-Ahok Vs Foke-Nara yang ditayangkan di M*etro TV beberapa hari lalu, membuat tiga hal ini rasanya berputar-putar dikepala. Dan tanpa bermaksud ‘terus-terusan menghujat’ semua ini ditulis murni sebagai bentuk ‘curhatan kegalauan’ tanpa ada motif lain. Yuk simak!
Kepercayaan Publik
Semua orang pasti mengingat pertanyaan terakhir dari Najwa untuk
masing masing cagub DKI tahun ini. Bagi yang lupa atau mungkin belum punya
kesempatan nonton, jadi waktu itu Najwa ngasih kesempatan kedua cagub untuk
masing-masing mengungkapkan kelebihan dari lawannya. Foke diminta mengungkapkan
kelebihan Jokowi, dan Jokowi sebaliknya. Dan tebak apa? Jawaban Foke ternyata
benar-benar gak oke. Beliau bilang “Saya harus belajar pencitraan dari Jokowi”.
Men! Bahkan setelah Najwa menginterupsi dengan bilang “Tolong KELEBIHAN ya pak”
beliau sama sekali tidak merubah jawaban malah bilang “Ya itu kelebihan!”
Semua orang tau dewasa ini kepercayaan publik terhadap
pemerintahan melemah. Dan bukan tak berpengaruh apa-apa, hal ini sangat penting
demi kelancaran pembangunan. Psimisme publik sering kali dewasa ini disalurkan
pada hal-hal yang mengganggu kestabilan politik. Sebut saja demo BBM, demo
korup, dan lain-lain. Semuanya bukan lagi bentuk ‘koreksi’ dan pengawasan
masyarakat terhadap pemerintahan yang berlaku. Melainkan lebih kepada bentuk
ketidakpercayaan bahkan ketidakpedulian publik karena bahkan kebanyakan orang
tak mengerti apa yang mereka demo dan pertimbangan apa dibalik sebuah
kebijakan. Mereka hanya demo! Cuma itu! Tanpa ‘mengenal’ lebih dekat. Lantas
disebut apalagi hal ini kalau bukan ‘ketidakpercayaan’ dan ketidakpedulian?
Ditengah ketidakpercayaan public terhadap status quo lantas
siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang berkewajiban memulihkan kembali
kepercayaan public yang ‘sakit’ kalau bukan seluruh jajaran pemerintahan? I
guess itu termasuk CALON gubernur seperti Jokowi-Foke. Dan meeeen! Bukannya
memperlihatkan bahwa politik diciptakan untuk menciptakan peradaban yang
berbudaya mereka malah pamer kampanye hitam berbau ras dewasa ini. -___-
Pendidikan Berpolitik
Setelah dikecewakan dengan jawaban Foke, tentu saja semua orang
menanti-nanti jawaban Jokowi. Dalam hati saya yakin semua orang sudah teriak
“Pak! Tolong berikan contoh pendidikan politik yang baik untuk seluruh
masyarakat Indonesia dengan bertindak sportif.” Dan mirisnya kita semua
dikecewakan oleh jawaban Jokowi yang bilang “Foke mahir membuat rencana besar yang
tidak diimplementasikan.” -_______- Oke, sejauh ini saya yakin hampir semua
pemuda Indonesia lebih suka nonton boyband ganteng asal Inggris One Direction
daripada ‘drama’ politik Indonesia.
Cuplikan ini saya yakin membuat semua orang rasanya gregetan.
Seperti saya yang jadi pengen teriak “Pak! Nonton deh filmnya Lindsay Lohan
yang Mean Girl! Paling enggak bapak bisa belajar kalo menjatuhkan orang lain
gak bisa bikin diri sendiri menjadi lebih baik atau ‘terlihat’ lebih baik!”
Efektif + Efisien
Ada satu pertanyaan mengenai pemerintahan yang bersih yang cukup
bikin saya mikir “Oh Men! – Serius lo? ”. Jadi waktu itu Foke ditanya mengenai
bagaimana cara menciptakan good governance di DKI Jakarta. Beliaupun jawab
dengan teknologi. Dalam hati saya mikir “Oh kinerja PNS di Jakarta udah bagus
emang ya? Sampe teknologi jadi langkah pertama yang dipikirkan Foke untuk
menciptakan pemerintahan yang mampu menjalankan tugas dengan baik.” Mungkin sih
di Jakarta seperti itu. Tapi rasanya di Indonesia secara umum pemerintah belum
cukup ‘memberdayakan’ pegawai pegawai yang ada. Kenapa tidak maksimalkan fungsi
masing-masing bagian lebih dulu? Teknologi rasanya terlalu jauh untuk sebuah
pemerintahan yang masih kocar kacir. Bayangkan ketika kinerja pegawai masih
rendah malah difasilitasi teknologi, yang ada malah makin banyak ditemukan
jajaran pemerintahan yang facebook-an saat jam kerja, dan lain-lain. Sedangkan
berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan peralatan yang menunjang
penggunaan teknologi? Ketika yang jadi masalah adalah SDM apakah cukup bijak
memperbaiki teknologi? Benarkah kebijakan ini efektif dan efisien? Jadi apa iya
kebijakan ini bisa menjawab tantangan good governance?
NB : Pemerintah sering sidak dan survey lapangan dong! Biar tau
masalah di badan pemerintahan dan akar rumput. Biar kebijakannya lebih tepat
sasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar