Senin, Januari 03, 2011

Perbedaan SARA dalam Pembangunan

Rasisme yakninya sikap merasa lebih baik dari etnis lain dan kebudayaan lain sering kali menimbulkan konflik yang berlarut larut tak hanya di negara negara berkembang melainkan di negara maju sekalipun. Di Indonesia sendiri terlalu banyak kasus keetnisan yang dapat kita temukan. Sebut saja konflik segitiga suku di Sambas yakninya melibatkan Dayak, Melayu, dan Madura. Konflik di ambon dan Maluku yang membedakan penduduk asli dan pendatang, serta konflik di Sampit. Secara psikologis, hal ini tidak baik bagi generasi mendatang yang terkadang ‘terpaksa’ mewarisi ketegangan tersebut hingga menghasilkan perseteruan yang bekelanjutan.

Menurut Mukhlis PaEni , Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia, masyarakat Indonesia sudah memehami konsep pluralisme yang dimiliki bangsa Indonesia. Akan tetapi kesadaran bahwa masyarakat Indonesia memiliki, hak, harkat, martabat, dan kewajiban yang sama dalam bermasyarakat itu yang belum bisa diterima. Selalu ada perserikatan penduduk asli dan pendatang yang biasanya dalam kepentingan politik didominasi oleh pengaruh penduduk asli. Jika nilai nilai multikulturalisme ini bisa diterima, hal ini dapat menjadi sebuah kekuatan bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan masa depan.

Tak hanya di Indonesia di dunia internasionalpun masalah keetnisan masih menjadi salah satu isu yang cukup diperhatikan. Sebagai contoh di negara Perancis, etnis roma yang dominan berasal dari Bulgaria dan Rumania beberapa waktu lalu diusir massal dan dihancurkan pemukimannya oleh negara dengan pengunjung terbanyak didunia setiap tahunnya ini. Kedepannya hal ini masih menjadi bahan perhatian oleh negara-negara Uni Eropa.

Beberapa ‘perbedaan’ lain yang sering kali menimbulkan konflik di dunia Internasional adalah agama, gender, dan status sosial. Masih di Perancis, Undang-undang yang telah disetujui Majelis nasional Prancis melarang penggunaan burka atau nikap yakninya pemakaian busana yang menutup seluruh kepala dan badan di tempat umum yang dikenakan perempuan muslim. Di beberapa negara lain di Eropa pun sempat memberlakukan peraturan yang sama yakninya melarang penggunaan kerudung bagi wanita muslim dengan berbagai alasan.

Didalam negeripun kasus perbedaan gender yakninya kekerasan terhadap wanita dan anak anak masih marak di Kabupaten Gunungkidul DIY. Hal ini dipicu besarnya jumlah penduduk daerah setempat yang bekerja dengan menjadi imigran diluar kota hingga menelantarkan keluarganya. Status sosial yakni kaya dan miskin, pemerintah dan rakyat jelatapun masih menjadi isu hangat dalam media cetak maupun elektronik nasional. Penggusuran PKL dan pemukiman kumuh tanpa ada tanggung jawab masih sering dilakukan baik pemerintah maupun oleh swasta.

Selain itu beberapa isu menarik belakangan yakni mengenai Keberadaan TKW dan TKI yang dikirim bekerja keluar negeri. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang merupakan minoritas serta minimnya pengetahuan dan skill Tenaga Kerja Indonesia, para pahlawan devisa ini seringkali menjadi objek kasus kasus kekerasan dan penganiayaan terutama TKI untuk negeri jiran Malaysia. Masih lembeknya respon pemerintah menghadapi hal tersebutpun menimbulkan banyaknya aksi massa menuntut perbaruan MoU (Perjanjian Kerjasama) antara Malaysia dan Indonesia demi menjamin HAM warga negara yang bekerja diluar negeri. Selain itu, Duta Besar Indonesia Untuk Malaysia menyatakan pentingnya pembekalan skill kerja dan kemauan menentang ketidakadilan diberikan terhadap calon tenaga kerja yang dikirim keluar negeri.

Pluralisme dan Multikulturalisme ini pada dasarnya sudah cukup mendapat banyak perhatian di dunia internasional. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kampanye anti rasisme, pembuatann UU HAM oleh PBB sebagai upaya pencegahan penindasan beberapa ras dan agama tertentu, serta pendirian Universitas demi pemerataan pendidikan tanpa mempertimbangkan SARA. Selain itu, dalam hal ini masih dibutuhkan andil pemerintah untuk konsisten menegakkan hukum terkait pelanggaran HAM dan SARA.

Pluralisme atau konsep keragaman yang berkembang di masyarakat menyebabkan terbentuknya dua golongan masyarakat yakninya kaum mayoritas dan kau minoritas. Kaum mayoritas adalah kaum yang berkuasa dimana semua kekuasaan mereka yang memegang sehingga mereka memiliki kekuasaan yang penuh terhadap segala bidang. Sedangkan, kaum minoritas adalah kaum yang tertindas, dimana mereka tidak memiliki kekuasaan apapun. Kaum minoritas atau tertindas sering kali diperlihatkan sebagai rakyat miskin. Mereka sering kali tidak memeperoleh keadilan didalam kehidupan masyarkat. Dimana haknya sebagai warga negara tidak diperhatikan. Mereka hanya dianggap sebagai penghambat pembangunan dimana keberadaan dianggap mengganggu kehidupan masyarakat. Seperti Pedagang Kaki Lima (PKL) yang keberadaannya sering kali dianggap merusak citra kota, padahal kegiatan tersebut merupakan satu satunya wadah mencari penghidupan bagi mereka.

Di dalam artikel yang telah kami peroleh bahwa keluhan masyarakat sering diabaikan. Karena mereka tidak memiliki kekuasaan yang tinggi. Sehingga orang – orang kaya atau pejabat tinggi lah yang menguasai mereka. Contoh : lahan parkir yang dulunya dikelola oleh tukang parkir, tetapi sekarang lahan itu dipegang oleh pihak ketiga dimana lahan parkir tersebut dilelangkan. Sehingga yang mana dulu ditempat itu merupakan tempat bagi tukang parkir untuk mencari pekerjaan atau tempat bagi mereka mencari nafkah. Tetapi sekarang sudah diambil alih oleh pihak luar. Hal ini dapat dilihat bahwa tempat dimana mereka mencari nafkah telah diambil alih oleh pihak lain, ini sungguh menghilangkan pencarian nafkah mereka. Bagi mereka yang tidak mempunyai kekuasaan atau masyarakat bawah hanya pasrah akan keadaan ini. Karena kaum berkuasalah yang mampu menguasai lahan tersebut.

Selain itu, ketidak adilan ini seringkali menimbulkan konflik, dimana sering terjadinya bentrokan yang memicu sebuah pertikaian. Contoh : eksekusi tanah atau bangunan. Dimana di lahan tersebut banyak berdiri para PKL. Karena terdapatnya penertiban yang dilakukan oleh PEMKOT, maka para PKL itu digusur. Para PKL ini biasanya tidak terima akan tindakan yang dilakukan oleh para pihak pemerintah, mereka seringkali melakukan pemerontakan seperti menghalangi para pihak yang hendak menggusur maupun dengan cara kampanye ataupun mogok makan. Karena di tempat itulah mereka mencari nafkah untuk menghidupi keluarga mereka. Bagi mereka, masyarakat miskin hanya bisa pasrah akan keadaan ini, karena mereka tidak memiliki kekuasaan yang kuat untuk melawan. Walaupun dilakukan penggusuran, para PKL ini meminta kepada pihak pemerintah untuk merelokasikan area perdagangan ini kemana. Karena mereka tidak memiliki lagi lahan untuk berjualan. Oleh sebab itu, para pemerintah hendaknya menyedikan area bagi para PKL untuk berjualan tanpa menganggu kenyamanan masyarakat maupun lingkungan.

Ketidakadilan juga sering muncul ketika kepentingan otoritas bertemu dengan kepentingan masyarakat kecil, seperti halnya para petani lokal. Seringkali paar petani lokal harus mengkhawatirkan jatuhnya harga panen padi ketika waktu panen berbenturan dengan waktu penerapan kebijakan impor beras. Bagi sebagian kalangan atas yang disinyalir mengambil keuntungan dari kebijakan impor beras ini, tentu kebijakan ini akan terus mereka upayakan dengan alasan sebagai cadangan atau stok kebutuhan jangka panjang nasional. Namun bagi para petani lokal, kebijakan tersebut justru dapat menjatuhkan pendapatan mereka yang bergantung pada harga panen mereka tanpa pengaruh kebijakan impor.

Disusun untuk : Tugas Teori Sosial untuk Rekayasa 2

Sumber : Kompas dan Kedaulatan Rakyat 2009-2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar