Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui serangkaian pilihan pilihan yang disusun berdasarkan tujuan dan beberapa kriteria pembangunan.
Menurut Waterson (1965), Perencanaan adalah sebuah usaha sadar, terorganisir, yang dilakukan terus menerus guna memilih alternatif yang terbaik untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan adalah proses kontinu dimana hasil dari perencanaan sebelumnya merupakan bahan evaluasi dan bisa jadi menimbulkan masalah baru yang perlu penanganan ulang.
Sedangkan perencanaan tata ruang kota adalah usaha sadar yang dilakukan secara kontinu untuk mengatasi masalah masalah kota demi menciptakan kota yang sehat, ramah lingkungan, dan baik dari segi perekonomian maupun psikologi social masyarakat yang ada didalamnya sesuai dengan proyeksi masa depan yang bersumber dari data data kependudukan maupun sarana dan prasarana kota.
Dalam pelaksanaan proses perencanaan tata ruang kota, terdapat banyak permasalahan pembangunan yang berbeda kasus bagi setiap wilayah. Diantaranya kemiskinan, minimnya sumber air bersih, masalah transportasi, dan sampah. Akan tetapi pada dasarnya hampir semua permasalahan tersebut bisa dikatakan disebabkan oleh kepadatan yang dilatarbelakang oleh arus urbanisasi.
Daya tarik yang dimiliki beberapa kota terutama dibidang perekonomian dan daya dorong dari beberapa tepat yang dianggap kurang bernilai komersil menyebabkan maraknya arus urbanisasi kebeberapa tempat yang melatar belakangi pembentukan desa dan kota. Apalagi dalam kasus Indonesia dengan adanya desentralisasi yang belum berjalan optimal, segala sarana dan prasarana masih berpusat dipulau jawa. Hal ini menimbulkan ketimpangan yang cukup besar dalam hal kepadatan penduduk. Tak heran jawa termasuk beberapa pulau terpadat didunia dengan luas lahan yang cukup sempit.
Kepadatan penduduk menimbulkan persaingan yang ketat di bidang ekonomi. Yang kuat dari segi ekonomi akan mampu tinggal di rumah mewah dengan akses mudah kesetiap kebutuhannya sedangkan yang kurang beruntung terpaksa cukup puas tinggal di beberapa kawasan kumuh yang tersebar dibeberapa titik dalam kota. Persaingan yang disetir pasar tanpa terkendali inilah yang pada akhirnya tetap saja membawa eksternalitas negative bagi kedua belah pihak, baik yang mampu maupun yang tidak.
Begitu tercipta kota yang over crowded mau tak mau slum (kawasan permukiman kumuh) akan muncul dibeberapa titik. Hal ini biasanya identik dengan tak terolah dengan baiknya sampah, sumber air bersih berkurang, dan maraknya kriminalitas . Selain itu kebutuhan alat transportasi yang tinggi meningkatkan kebutuhan sarana dan prasarana, polusi, dan kepadatan lalu lintas yang di Indonesia masih belum ramah lingkuungan. Sangat kompleks.
Untuk itu dalam kasus Jakarta yang sudah terlalu padat dan banyak kerusakan, satu satunya penyelesaian adalah mengurangi kepadatan penduduk dalam jumlah yang sangat besar untuk waktu yang singkat. Akan tetapi mengingat sedikit sekali kemungkinan tersebut tak heran Anggota DPR disibukkan dengan wacana pemindahan ibukota ke palangkaraya.
Jadi, untuk mencegah kerusakan kota (terutama kota kota di pulau jawa) yang lebih parah lagi, mestinya desentralisasi di Indonesia lebih dioptimalkan. Utamakan pembangunan pembanguan di daerah dan jangan terlalu terfokus pada pembenahan ibukota sehingga ketimpangan baik dari segi sarana maupun jumlah penduduk berkurang. Hal ini secara tidak langsung akan menghambat kerusakan kerusakan baru di kota kota besar Indonesia. Membenahi kerusakan ibukota tanpa menghambat arus urbanisasi adalah sia sia karna begitu kepadatan bertambah sesuai deret ukur, masalah kota akan terus bertambah sesuai deret hitung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar