Minggu, Desember 30, 2012

Jangan Kritik Sebelum Tau Masalah Industri Perfilman Indonesia!

Kita seringkali ngutukin industri perfilman Indonesia. Bilang gak mutu dan ini itu. Padahal, banyak masalah yang bikin industri film Indonesia seperti ini. Nah, jangan ngutukin dulu sebelum bener-bener tau masalahnya ya. Berikut beberapa problematika industri perfilman Indonesia menurut buku Dampak Kekuatan Budaya Indonesia dalam Industri Kreatif.

SISI PRODUKSI

Wadah Pengembangan Bakat Bagi Industri Kreatif
Indonesia bukan kekurangan individu kreatif melainkan kekurangan wadah untuk memfasilitasi individu kreatif yang ada. Hingga saat ini hanya 1 sekolah perfilman yang eksis di Indonesia. Berbeda dengan Korea yang punya lebih dari 100 sekolah film yang jadi lokasi dilaksanakannya pendidikan produksi film. Nah wajar kan kalau film Korea bahkan sekarang banyak yang dikenal di kancah Internasional.

Persepsi Masyarakat terhadap Dunia Film
Persepsi bahwa dokter dan dosen merupakan dua profesi yang menjanjikan dan mendatangkan banyak uang masih saja menjadi momok bangi individu kreatif (dan orang tua) untuk mendalami dunia perfilman (dan budaya). Kurangnya jaminan penghidupan membuat banyak orang yang menjadikan produksi film sebagai hobi bukan pekerjaan. Bahkan banyak diantara mereka yang melupakan hobi ini dan beralih mengerjakan hal-hal lain yang membosankan.

Pajak Pembuatan Film
Yang ini jelas. Dukungan pemerintah terhadap industri film masih minim. Bahkan kasil pajak yang ditarik hingga saat ini belum digunakan untuk kepentingan memanjukan industri film Indonesia.

SISI PEMASARAN

Monopoli Pasar Film Indonesia
Monopoli yang dilakukan 21 dan XXI dalam pemasaran film Indonesia ternyata tak membawa dampak positif bagi industri film tanah air. Pasalnya XXI dibangun untuk pasar film kelas A (hingga saat ini masih identik dengan hollywood) dan 21 dibangun untuk film kelas B, C, dan D (tidak terbatas untuk film hollywood). Jadi pengunjung yang datang ke XXI sudah pasti nonton hollywood dan yang datang ke 21 belum pasti nonton film lokal. Sementara keberadaan 21 dan XXI ini membunuh 104 bioskop lain tahun ini. Hal ini yang membuat pasar film lokal menjadi terbatas dan kalah dengan film luar negeri.

Mahalnya Biaya Pembangunan Bioskop
Besarnya biaya pembangunan bioskop seolah mendukung 21 dan XXI dalam memonopoli pasar film Indonesia. Sulit untuk menciptakan bioskop lain dengan kualitas yang sama dan punya tempat yang sama di hati penonton. Apalagi pemutaran film yang dewasa ini selalu mendahulukan 21 dan XXI membuat pasar lain film Indonesia menjadi mati. Belum lagi teknologi penggandaan film yang sangat mahal. Menjadi permasalahan yang kompleks bagi industri perfilman Indonesia.

Mahalnya biaya produksi, minimnya perhatian pemerintah terhadap industri film, dan sulitnya kondisi pasar film Indonesia membuat pihak yang berinvestasi di bidang perfilman lebih berorientasi pada upaya untuk memperbanyak keuntungan. kemungkinan untuk bersaing dengan genre film sejenis hollywood namun dengan kualitas yang berbeda (karena dana tidak sebesar anggaran film luar) tentu bukan merupakan opsi yang baik. Akhirnya muncul film yang asal asalan. Film horror yang cuma mempertontonkan aurat wanita menjadi salah satu opsi meningkatkan jumlah penonton.

DOKUMENTASI FILM SEBAGAI ASET BUDAYA DAN SEJARAH
Sebagai media pembelajaran sejarah dan perkembangan budaya Indonesia, dokumentasi terhadap film lokal yang ada masih minim dilakukan. Selain karean biaya yang mahal, perhatian dari pihak-pihak terkait masih minim.

Nah, jadi ada banyak bentuk dukungan yang bisa kita lakukan dalam mendukung pasar film tanah air. Seperti nonton film dalam negeri, apresiasi, dan dokumentasi. Selain itu, butuh dukungan juga dari pemerintah dan pihak lain terkait. Yakin kalau bersinergi tidak ada masalah yang tidak bisa ditaklukan. Jangan lupa hari ini cinta produk Indonesia ya. 

Sumber: Dampak Kekuatan Budaya Indonesia dalam Industri Kreatif oleh Ida Cynthia S dan Dedi Alfiandri.



1 komentar:

  1. setujuuu....
    Pemerintah Korea udah membuka mata dan jeli memasang strategi publikasi kota salah satunya melalui perfileman

    moga pemerintah Indo bisa menyadari potensi yang ditawarkan oleh industri perfileman juga.
    suatu saat nanti

    BalasHapus