Sabtu, Oktober 29, 2011

PEMANENAN AIR HUJAN PRIVATE SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN AIR BERSIH PERKOTAAN STUDI KASUS KOTA JAKARTA


Masalah banjir, potensi erosi, dan keterbatasan stok air minum bukan hal yang baru lagi di lingkungan perkotaan. Tingginya curah hujan dan latar belakang banjir yang disebabkan ketidakmampuan lahan menahan air, membuat mengurangi jumlah air hujan yang mengalir menjadi salah satu alternatif solusi yang mampu ditawarkan. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan kolam-kolam penampungan air hujan private di tiap rumah ataupun sekedar pengadaan drum  penampung  hujan layaknya yang biasa digunakan masyarakat di desa. Selain mampu mengurangi stok air hujan yang mengalir di selokan dan menjadi penyebab melimpahnya air sungai, air hujan yang ditampung dapat digunakan untuk kepentingan lain seperti mencuci kendaraan, mencuci pakaian, mengepel, bahkan sebagai sumber air minum. Kolam penampungan air pun bahkan bisa dijadikan ornament yang dapat mempercantik ruangan. Meskipun terdengar sederhana, hal ini mampu mengatasi keterbatasan dan masalah air bersih perkotaan yang cukup kompleks.

Pemanenan Air Hujan Private sebagai Solusi Permasalahan Air Bersih Perkotaan
Studi Kasus Kota Jakarta

Latar Belakang Masalah Air Perkotaan

Bukan rahasia lagi banjir dan keterbatasan stok air bersih memang masih jadi masalah utama kota-kota besar layaknya Jakarta. Berawal dari tingginya tingkat urbanisasi dan kelahiran menyebabkan permintaan terhadap air bersih meningkat pesat. Kebutuhan ini yang memaksa eksploitasi besar-besaran terhadap air tanah hingga menyebabkan penurunan permukaan tanah. Belum lagi dampak yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan perumahan dan industri batu bata yang saat ini telah mengeruk hingga 7m permukaan tanah, menyebabkan peningkatan potensi erosi dan banjir. Hal ini yang membuat kota besar menjadi rawan sekali ketika terjadi hujan. Sedikit saja curah hujan yang turun lebih besar dibanding normalnya, kapasitas penangkapan air hujan oleh tanah yang menurun membuat tanah tak mampu lagi menahan air hingga menimbulkan banjir dan erosi.

Adapun latar belakang permasalahan air bersih dan degradasi lingkungan yang disebabkan dapat dilihat dari bagan berikut:

Bagan 1. Permasalahan Air Bersih Perkotaan
Sumber : Pribadi

Adapun dari empat permasalahan diatas yakni penurunan permukaan tanah, stok air bersih yang belum memadai, banjir, dan potensi erosi, pembahasan kali ini akan menekankan pada penanganan erosi, banjir, dan ketersediaan air bersih.

Potensi Sumber Daya Air

Indonesia merupakan negara maritim dimana 3.1 juta km2 dari 5.8 juta km2 (70 %) dari total lahannya merupakan perairan baik air tawar maupun air laut dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Meskipun jumlahnya besar, pada dasarnya hanya 1/3 dari total 3% air di muka bumi yang merupakan air tawar dan tidak membeku di kutub (Wikipedia). 1/3 dari total 3% inilah yang tersebar diseluruh dunia berupa danau dan air tanah.

Kota Jakarta sendiri mempunyai luas sebesar 661.52 km2 dengan jumlah penduduk 9.588.198 jiwa (2010) dan kepadatan 12951.58 jiwa/km2. DKI Jakarta pada puncak musim penghujan yakni Januari-Februari mempunyai curah hujan rata-rata sebesar 3.5 cm dengan suhu 27 derajat Celsius. Pada bulan-bulan inilah Jakarta biasanya banjir. Sedangkan di puncak musim kemarau pada bulan Agustus mempunyai curah hujan 0.6 cm dengan suhu mencapai 40 derajat Celsius.

Tingginya curah hujan dan latar belakang banjir yang disebabkan ketidakmampuan lahan menahan air, membuat mengurangi jumlah air hujan yang mengalir menjadi salah satu alternatif solusi yang mampu ditawarkan. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan kolam-kolam penampungan air hujan private di tiap rumah ataupun sekedar pengadaan drum penampung hujan layaknya yang biasa digunakan masyarakat di desa. Selain mampu mengurangi stok air hujan yang mengalir di selokan dan menjadi penyebab melimpahnya air sungai, air hujan yang ditampung dapat digunakan untuk kepentingan lain seperti mencuci kendaraan, mencuci pakaian, mengepel, bahkan sebagai sumber air minum.

Jika dihitung secara matematis menurut bebasbanjir2015.wordpress.com setiap 1 cm curah hujan pada area seluas 40 m2 mampu mengalirkan 900 liter (47 galon isi 19 liter) air. Dan jika lebar kapling rumah yang dikeraskan seluas 100 m2 (2.5 x 40 m2) maka rumah tersebut mampu menampung 2.5 x 900 liter = 2250 liter air hujan (42.750 galon air)

Jika 1 galon air kita hargai 1000 rupiah saja maka curah hujan 1 cm mampu menghemat 42.750.000 rupiah di setiap luas lahan 100 m2. Selain menghemat uang, jika dilakukan bersama-sama penampungan air hujan ini mampu menyumbang angka pencegahan terhadap banjir yang cukup besar. Jika 9.5 juta penduduk mempunyai 5 juta rumah yang masing-masingnya menggunakan 1 drum dengan kapasitas 50 liter saja maka 250.000.000 liter air bersih akan mengalir ke drum penampung air di rumah-rumah penduduk tanpa memenuhi selokan dan sungai-sungai di Jakarta. Angka yang cukup besar untuk mencoba mengurangi banjir dan erosi di dalam kota Jakarta.

Pemanfaatan Air Hujan sebagai Sumber Air Minum

Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air minum mestinya mampu mengurangi ketergantungan publik terhadap PDAM. Setidaknya hal ini mampu mengurangi biaya konsumsi energi dalam proses distribusi air bersih oleh PDAM.

Sebagai sumber air minum, air hujan tidak begitu saja bisa dimanfaatkan. Kandungan rata-rata air hujan biasanya minim mineral, kesadahan rendah, PH antara 3 – 6, kandungan organic tinggi dan kadar Fe tinggi. Hal ini jika dikonsumsi terus menerus akan menyebabkan kerapuhan tulang dan gigi.

Ada beberapa cara yang lazim digunakan masyarakat mengatasi permasalahan konsumsi air hujan yakni metode penyaringan atau sekedar penambahan garam dapur sebanyak 36.3 mg/l dan kapur sirih sebanyak 25 mg/l sebelum direbus. Adapun biasanya air hujan ditampung warga dengan menggunakan drum besi atau plastik. Untuk mengurangi kadar Fe, dalam penggunaan drum besi, drum lebih baik dicat terlebih dahulu.

Berbeda halnya dengan metode penyaringan, biasanya air hujan disaring dulu dengan menggunakan kerikil dan arang batok kelapa yang telah dicuci bersih.

Adapun proses penyaringan air hujan dapat dilihat pada gambar berikut :


Gambar 1. Proses penyaringan air
Sumber Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air minum juga dapat dijadikan sebagai ornament yang mempercantik ruangan, bahkan teknik penyaringan air hujan dari satu tahap ke tahap lain dapat dilakukan di kolam cantik yang mengalir di dalam rumah. Selain dapat memenuhi kebutuhan air minum, suasana rumah menjadi lebih hidup dan tenang dengan percikan air.

Ecological Footprint dan Kebijakan Pembangunan

Jejak ekologis (Ecological Footprint) merupakan salah satu metode analisis keberlanjutan / kepedulian terhadap lingkungan. Metode ini menggambarkan angka kerusakan yang disumbangkan individu terhadap bumi berdasarkan gaya hidup dan konsumsi energi tiap-tiap orang. Ada yang mempunyai angka jejak ekologis tinggi dan ada pula yang menyumbang angka cukup rendah yang berarti hanya menyumbang sedikit kerusakan terhadap bumi. Dalam hal perumahan, biasanya makin mahal dan luas sebuah perumahan, makin besar pula jejak ekologisnya, karena banyak mengkonsumsi energi sekaligus banyak mengurangi resapan air hujan dengan melakukan perkerasan. Pemahaman bahwa tiap orang punya kewajiban sendiri mengganti jejak ekologisnya masing-masing inilah yang agaknya masih belum mendapat sorotan di Indonesia.

Salah satu praktik ‘ganti rugi’ terhadap jejak ekologis yang mestinya diberlakukan pemerintah adalah pada saat control pembangunan perumahan oleh pengembang (developer). Makin besar lahan yang dibangun seorang developer, makin besar pula tanggung jawabnya mengganti kerusakan yang ada, dalam konteks ini yakni menyediakan system pengolahan air bersih yang memadai dan mencarikan ganti lahan resapan air hujan. Mestinya dari aturan minimal 30% ruang terbuka hijau dalam satu proyek pengembangan, beberapa persennya berupa kolam penampungan air hujan yang dapat berbentuk taman maupun penampungan penampungan air hujan lain yang nantinya didistribusikan ke seluruh komplek. Dalam hal ini Analisis Dampak Lingkungan yang ada mestinya dijadikan satu tolak ukur besarnya kewajiban seorang developer. Setidaknya, meskipun usaha ini tidak akan mengembalikan keseimbangan bumi seperti sebelumnya, kebijakan ini mampu meminimalisir dampak kerusakan alam dan sempitnya mampu menyediakan sumber air bersih yang memadai, mengurangi ketergantungan masyarakat pada PDAM, dan mampu mencegah banjir serta erosi.

Kesimpulan


Memberdayakan masyarakat menggunakan air hujan sebagai sumber air bersih dalam rangka menyikapi terbatasnya air tanah dan mencegah banjir serta erosi, memang bukan perkara mudah. Butuh proses panjang dan kepedulian yang besar terhadap lingkungan. Akan tetapi hal ini pada dasarnya memberi manfaat yang besar dan menjadi solusi segala macam keterbatasan dan masalah masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar